JAKARTA - Transformasi menuju energi bersih di Indonesia kini memasuki babak baru.
Tidak lagi sekadar berbicara soal transisi dari bahan bakar fosil, melainkan tentang bagaimana seluruh elemen bangsa pemerintah, industri, lembaga keuangan, hingga inovator berkolaborasi mewujudkan sistem kelistrikan yang berkelanjutan.
Salah satu langkah nyata terlihat dari forum CEO Connect sesi keempat yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, bagian dari 16th Kompas100 CEO Forum powered by PLN.
Baca Juga
Dalam forum bertema “Waste To Energy: Investasi dan Sinergi Pendorong Keberlanjutan”, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menegaskan kesiapannya menyambut masa depan energi hijau berbasis pengelolaan limbah atau waste to energy (WTE).
Langkah Nyata Menuju Kelistrikan Hijau
Di hadapan para pemimpin industri dan pejabat pemerintah, Executive Vice President Aneka Energi Baru Terbarukan PLN, Daniel KF Tampubolon, menyampaikan bahwa proyek WTE merupakan bagian dari strategi besar PLN dalam memperkuat transisi menuju sistem kelistrikan hijau.
“Tantangannya kini bukan hanya soal intermitensi atau stabilitas daya, tetapi juga bagaimana memastikan energi yang dihasilkan bisa terdistribusi dengan efisien dan andal,” ujar Daniel.
Ia menjelaskan bahwa PLN tengah menyiapkan infrastruktur jaringan yang mampu menyerap listrik dari pembangkit energi terbarukan secara efisien dan terintegrasi ke sistem nasional. Menurutnya, sistem kelistrikan masa depan harus tangguh, fleksibel, dan siap beradaptasi terhadap sumber energi nonkonvensional seperti WTE, surya, dan biomassa.
Ruang Diskusi untuk Ekosistem Energi Baru
Forum CEO Connect sesi keempat menjadi wadah penting bagi dialog lintas sektor tentang bagaimana mengelola limbah menjadi energi alternatif yang bernilai ekonomi tinggi. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, swasta, dan lembaga investasi berkelanjutan.
Selain membahas potensi pengembangan WTE, forum juga menyoroti peluang investasi hijau yang dapat memperkuat ekosistem ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Dengan pengelolaan yang tepat, proyek-proyek WTE diharapkan mampu menjadi solusi ganda menyelesaikan persoalan sampah kota sekaligus menyediakan pasokan energi ramah lingkungan.
Pembiayaan Adaptif untuk Akselerasi Proyek
Dari sisi finansial, Managing Director Danantara Indonesia, Stefanus Ade, menekankan pentingnya pembiayaan yang adaptif dan kolaboratif agar proyek-proyek WTE dapat terealisasi dengan cepat.
“Setiap proyek WTE harus dilihat secara holistik, mulai dari ketersediaan pasokan limbah, keandalan teknologi, hingga kepastian hukum dan kebijakan tarif listrik. Tanpa kejelasan di aspek-aspek ini, risiko bagi investor menjadi terlalu tinggi,” jelas Stefanus.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan proyek WTE tak cukup hanya pada teknologi, melainkan juga pada kepastian ekosistem pendukungnya — mulai dari regulasi, infrastruktur, hingga model bisnis yang menarik bagi sektor swasta.
Menurut data terbaru, proyek WTE akan dibangun di 33 kota di Indonesia, dengan kebutuhan investasi mencapai Rp 91 triliun. Angka ini menunjukkan betapa besar potensi ekonomi hijau yang bisa digarap bila sektor keuangan dan energi bergerak seirama.
Perbankan Dorong Pembiayaan Hijau
Pandangan serupa disampaikan Member of Supervisory Board Standard Chartered Indonesia, Adhi Sulistyo Wibowo, yang menilai pembiayaan hijau (green financing) menjadi kunci penting untuk menjaga keberlanjutan proyek energi bersih.
“Dari perspektif perbankan internasional, minat terhadap proyek energi terbarukan di Indonesia terus meningkat, termasuk sektor WTE,” ujar Adhi.
Menurutnya, proyek WTE berpeluang besar masuk dalam kategori investasi berbasis environmental, social, and governance (ESG) selama memenuhi prinsip keberlanjutan dan transparansi di setiap tahap pengembangan.
Namun, ia mengingatkan bahwa kesuksesan pembiayaan tetap bergantung pada stabilitas proyek dan jaminan kepastian pendapatan bagi investor.
Adhi menegaskan bahwa Standard Chartered aktif mendorong penggunaan instrumen pembiayaan hijau untuk proyek-proyek ramah lingkungan di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ia juga menyoroti perlunya peningkatan tata kelola, keandalan pasokan limbah sebagai bahan baku, serta kerja sama lintas sektor agar proyek WTE mampu menarik minat pembiayaan global.
Hingga 2024, tercatat instrumen pembiayaan hijau di Indonesia telah mencapai Rp 52 triliun, dan diperkirakan akan terus meningkat seiring komitmen dunia terhadap energi bersih.
Teknologi Tepat untuk Kondisi Lokal
Menutup sesi diskusi, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menegaskan bahwa kebijakan pengembangan WTE harus mempertimbangkan karakteristik limbah di setiap daerah.
“Tidak ada satu teknologi tunggal yang cocok untuk semua kondisi. Untuk limbah organik berfraksi tinggi, teknologi seperti anaerobic digestion lebih menguntungkan. Namun, untuk limbah campuran dengan fraksi plastik besar, gasifikasi atau insinerasi dengan kontrol emisi ketat bisa lebih relevan,” jelas Fabby.
Ia mengingatkan bahwa pemilihan teknologi harus berbasis pada feedstock, kapasitas pengelolaan lokal, serta analisis dampak lingkungan secara menyeluruh. Aspek sosial seperti penerimaan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan pengelolaan residu juga harus menjadi perhatian utama.
“Proyek WTE yang baik bukan hanya soal pembangkit listrik, tapi juga harus mampu menyelesaikan persoalan sampah kota, memberi manfaat ekonomi daerah, dan meminimalkan dampak lingkungan melalui pengelolaan abu dan emisi yang transparan,” tegasnya.
Kolaborasi untuk Masa Depan Energi Bersih
Melalui forum ini, PLN bersama mitra industri, lembaga keuangan, dan pemerintah menegaskan bahwa waste to energy bukan hanya proyek teknologi, melainkan strategi nasional untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus menciptakan nilai ekonomi baru dari limbah.
Sebagai bagian dari rangkaian 16th Kompas100 CEO Forum 2025, kegiatan ini menunjukkan bahwa keberlanjutan kini menjadi poros utama pembangunan ekonomi. Dengan sinergi lintas sektor, Indonesia tidak hanya menatap masa depan energi hijau, tetapi juga membuka peluang kerja, investasi, dan inovasi berbasis keberlanjutan.
Informasi lengkap mengenai kegiatan ini dapat diakses melalui laman kompas100.kompas.id dan akun resmi @kompas100ceoforum dengan tagar #Kompas100CEOForum.
Acara bergengsi ini terselenggara berkat dukungan PT PLN (Persero), Standard Chartered Indonesia, Skystar Capital, dan PT Telkom (Persero) menandai satu langkah penting bahwa energi hijau bukan sekadar visi, melainkan kenyataan yang sedang dibangun bersama.
Sindi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Rumah Subsidi Jadi Solusi Nyata, Bukan Sekadar Angan Masyarakat Indonesia
- Jumat, 24 Oktober 2025
Berita Lainnya
Rumah Subsidi Jadi Solusi Nyata, Bukan Sekadar Angan Masyarakat Indonesia
- Jumat, 24 Oktober 2025
Terpopuler
1.
2.
PLTA Poso, Energi Hijau yang Menyala dari Jantung Sulawesi
- 24 Oktober 2025
3.
Sinergi Energi Hijau, PLN Mantapkan Arah Proyek WTE Nasional
- 24 Oktober 2025
4.
PLN IP Wujudkan Energi Berkeadilan Lewat Cahaya di Suralaya
- 24 Oktober 2025









