Indonesia Perkuat Peran Strategis Ketahanan Energi ASEAN

Indonesia Perkuat Peran Strategis Ketahanan Energi ASEAN

JAKARTA - Indonesia menegaskan posisi strategisnya dalam menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih di Asia Tenggara. 

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman, mewakili Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pada forum Singapore International Energy Week (SIEW) 2025 Summit di Singapura.

Laode menekankan bahwa kebijakan energi nasional berlandaskan visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, dengan ketahanan energi dan pengembangan industri hilir sebagai pilar utama transformasi ekonomi.

Baca Juga

Scaling Gigi Gratis Pakai BPJS Kesehatan, Begini Syarat dan Prosedurnya

“Tantangan global seperti ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan dampak perubahan iklim yang semakin cepat menegaskan pentingnya ketahanan energi sebagai fondasi kemandirian nasional dan pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Laode.

Peningkatan Produksi Migas dan Infrastruktur Energi

Di sektor minyak dan gas bumi, pemerintah fokus meningkatkan produksi melalui teknologi bersih dan penguatan kerja sama eksplorasi. Hingga September 2025, produksi minyak mencapai sekitar 605 ribu barel per hari, sementara produksi gas stabil di 6,8 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Pemerintah menargetkan produksi gas meningkat hingga 12 BSCFD pada 2030.

“Untuk mencapai target tersebut, Indonesia tengah menjalankan program eksplorasi komprehensif yang akan menawarkan 75 wilayah kerja migas baru pada periode 2025-2027. Kami juga mengoptimalkan produksi melalui penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery serta reaktivasi sumur dan lapangan idle bersama kontraktor dan mitra,” jelas Laode.

Selain itu, pembangunan infrastruktur energi domestik menjadi fokus penting, termasuk jaringan pipa gas Cirebon-Semarang dan Dumai-Sei Mangke, serta pengembangan unit regasifikasi terapung (Floating Regasification Unit) untuk menurunkan biaya logistik dan meningkatkan konektivitas energi nasional.

Transisi Energi Bersih dan Peningkatan Energi Terbarukan

Indonesia juga mempercepat pengembangan energi terbarukan. Saat ini, kapasitas terpasang energi terbarukan mencapai 15 gigawatt, dari potensi nasional sebesar 3.600 gigawatt. Upaya peningkatan dilakukan melalui tenaga air, panas bumi, surya, bioenergi, serta implementasi biodiesel B40 tahun ini dan B50 pada 2026.

“Porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional telah mencapai 16 persen, dan kami menargetkan peningkatan menjadi 36 hingga 40 persen pada 2040. RUPTL 2025-2034 memproyeksikan tambahan kapasitas 69 gigawatt, di mana lebih dari 60 persennya bersumber dari energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi,” terang Laode.

Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengintegrasikan energi bersih ke dalam strategi ketahanan energi nasional sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kolaborasi ASEAN untuk Ketahanan Energi Regional

Dalam konteks regional, Laode menekankan pentingnya kerja sama ASEAN melalui inisiatif seperti ASEAN Power Grid dan Trans-ASEAN Gas Pipeline. Program ini memungkinkan negara-negara anggota berbagi sumber daya, menekan biaya, dan memperkuat ketahanan sistem energi secara kolektif.

“Masa depan ketahanan energi ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuan kita untuk terkoneksi, berkolaborasi, dan berinovasi. Inisiatif lintas batas bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi juga simbol kepercayaan dan solidaritas di antara negara-negara ASEAN,” ujar Laode.

Kerja sama ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga industri, akademisi, serta lembaga internasional seperti International Energy Agency (IEA) dan International Renewable Energy Agency (IRENA). Melalui kolaborasi ini, Indonesia menegaskan komitmennya membangun sistem energi yang berkelanjutan, aman, dan inklusif bagi masa depan kawasan.